Selasa, 07 Agustus 2007

Imam Al - Ghazali

Abu Hamid Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Ahmad, dilahirkan pada tahun 450 H/ 1059 di Thus daerah Khurasan. Ia dikenal dengan Al - Ghazali karena ayahnya pemintal tenun wol atau karena ia berasal dari desa Ghazalah. Beliau wafat pada tahun 505 H / 1111.
Pendidikannya dimulai didaerahnya yaitu belajar kepada Ahmad Ibnu Muhammad al - Razkani al - Thusi, setelah itu pindah ke Jurjan ke pendidikan yang dipimpin oleh Abu Nash al-Ismaili mempelajari semua bidang agama dan bahasa, setelah tamat kembali ke Thus belajar tasawuf dengan Syekh Yusuf al - Nassaj (wafat 487 H) , kemudian ke Nisyapur belajar kepada Abul Ma'al al-Juwaini yang bergelar Imam al - Haramain dan melanjutkan pelajaran Tasawuf kepada Syekh Abu Ali al - Fadhl Ibnu Muhammad Ibnu Ali al - Farmadi, dan ia mulai mengajar dan menulis dalam Ilmu Fiqh.

Setelah Imam al - Juwaini wafat ia pindah ke Mu'askar mengikuti berbagai forum diskusi dan seminar kalangan ulama dan intelektual dan dengan segala kecermelangannya membawanya menjadi guru besar di perguruan Nidzamiyah di Baghdad pada tahun 484 H, disamping memberikan kuliah, ia juga mengkaji filsafat Yunani dan filsafat Islam. Kecermelangan, keharuman namanya dan kesenangan duniawi yang melimpah ruah di Baghdad melebihi ketika ia di Mu'askar, dikota ini ia sakit dan secara tiba-tiba meninggalkan Baghdad mengundurkan diri dari kegemerlapan duniawi tersebut.

Mulai th 488 H/ 1095 ia ke Damaskus. di Masjid Umawi ia ber'itiqaf dan berzikir dipuncak menara sebelah barat sepanjang hari dengan makan dan minum yang terbatas. Ia memasuki suluk sufi dengan riyadhah dan mujahadah terus menerus seperti itu selama 2 tahun di Damaskus. Setelah itu pergi ke Baitul Maqdis di Palestina, setiap hari ia masuk Qubbah Shahrah untuk berzikir, ia juga ke al - Khalil berziarah ke makam Nabi Ibrahim as. Setelah dari Palestina, ia melaksanakan ibadah haji di Mekkah dan berziarah ke makam Rasullulah di Madinah.

Ia pernah kembali ke Baghdad untuk mengajar di Perguruan Nidzamiyah Baghdad, namum tidak berapa lama kemudian kembali ke Thus dan mendirikan khanaqah untuk para sufi dan mendirikan madrasah untuk mengajar ilmu Tasawuf.
Karya - karya tulis Al-Ghazali meliputi berbagai bidang keislaman, Kalam, Fiqh, Filsafat, Tasawuf dan lain lainnya yang berbentuk buku maupun risalah.
Kitab kitab Al -Ghazali yang membahas tentang Tasawuf :

6. Mizan al - 'Amal

7. Al - Ma'arif al-Aqliah wa Lubab al - Hikmah al - Ilahiyah

8. Ihya 'Ulumiddin

9. Al - Maqshad al - Astna Fi Syarh Asma al - Husna

10. Bidayat al - Hidayah

11. Al - Madhnun Bih 'ala Ghairi Ahlil

12. Kaimiya al - Sa'adah

13. Misykat al - Anwar

14. Al - Kasyf Wa al - Tabyin Fi Ghurur al - Naas Ajma'in

15. Al - Munqidz Min al - Dhalal

16. Al - Durrat al Fakhirah Fi Kasyf 'Ulumi al - Akhirah

17. Minhaj al - 'Abidin Ila Jannati Rabbi al - 'Alamin

18. Al - Arba'in Fi Ushul al - Din

Tasawuf Al - Ghazali menghimpun akidah, syariat dan akhlak dalam suatu sistematika yang kuat dan amat berbobot, karena teori - teori tasawufnya lahir dari kajian dan pengalaman pribadi setelah melaksanakan suluk dalam riyadhah dan mujahadah yang intensif dan berkesinambungan, sehingga dapat dikatakan bahwa seumur hidupnya ia bertasawuf.
Dalam pandangannya, Ilmu Tasawuf mengandung 2 bagian penting, pertama menyangkut ilmu mu'amalah dan bagian kedua menyangkut ilmu mukasyafah, hal ini diuraikan dalam karyanya Ihya 'Ulumiddin, Al -Ghazali menyusun menjadi 4 bab utama dan masing-masing dibagi lagi kedalam 10 pasal yaitu :

· Bab pertama : tentang ibadah (rubu' al - ibadah)
· Bab kedua : tentang adat istiadat (rubu' al - adat)
· Bab ketiga : tentang hal -hal yang mencelakakan (rubu' al - muhlikat)
· Bab keempat : tentang maqamat dan ahwal (rubu' al - munjiyat)

Menurutnya, perjalanan tasawuf itu pada hakekatnya adalah pembersihan diri dan pembeningan hati terus menerus sehingga mampu mencapai musyahadah. Oleh karena itu ia menekankan pentingnya pelatihan jiwa, penempaan moral atau akhlak yang terpuji baik disisi manusia maupun Tuhan.
Imam Al -Ghazali yang bergelar Hujjatul Islam meninggal dikota kelahirannya Thus pada hari Senin 14 Jumadil Akhir 505 H.
Disarikan dari :

"Ajaran dan Teladan Para Sufi", karangan Drs H.M. Laily Mansur, L.PH. Penerbit - PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996.

Syaikh Maulana Malik Ibrahim


Tokoh Ulama ahli tata negera dari Turki yang terkenal dengan Syaikh Maghribi, salah seorang wali dari Walisongo.
Menurut beberapa sumber, Syaikh Maulana Malik Ibrahim yang terkenal dengan sebutan Syaikh Maghribi, juga banyak orang mengatakan kakek bantal, adalah seorang tokoh ulama yang ahli tata negara bersal dari negeri Turki.
Dalam riwayat lain, beliau berasal dari Gujarat dan ada yang mengatakan dari Iran ada juga yang mengatakan dari Arab. Beliau masih keturunan Zainul Abidin bin Hasan bin Alibin Abi Thalib r.a.

Pada tahun 1404 M. beliau menyiarkan agama Islam di Pulau Jawa, menetap di Gresik dan wafat pada hari Senin tanggal 12 Robi'ul Awwal tahun 822 H, atau bertepatan dengan tahun 1419 M, kemudian dimakamkan di Gresik pula.
Dalam syiar dan dakwahnya, beliau sangat berhati-hati dan sangat bijaksana, pada waktu itu juga mayoritas masyarakat jawa masih beragama Hindu dan Budha. Namun Agama dan adat-istiadat mereka tidak ditentang begitu saja. Beliau memperkenalkan keluhuran budi pekerti yang diajarkan Islam. Secara langsung beliau memberi contoh dalam masyarakat akan tutur kata yang sopan, lemah lembut, santun pada fakir miskin, menghormati kepada yang lebih tua, dan menyayangi yang muda.

Dalam syiar dan dakwahnya, beliau berawal dari masyarakat biasa kemudian ke masyarakat yang mempunyai tahta. Tidak halnya dengan ajaran Hindu dan Budha yang kebanyakan dari kalangan Istana. Oleh karena itu ajaran Islam cepat berkembang, karena merasakan bahwa semua kalangan masyarakat diakui hak asasinya sebagai manusia.
Dikisahkan bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim, tidak hanya seorang tokoh ulama saja, namun beliau adalah seorang tokoh yang sangat memikirkan keadaan perekonomian rakyatnya, karena Gresik adalah masyarakat petani, maka beliau memikirkan bagaimana pertanian Gresik menjadi subur makmur. Beliau membuat irigasi pertanian dan sebagainya sehingga, Gresik pun menjadi daerah yang makmur.

Syaikh Maulana Malik Ibrahim juga memikirkan tentang masa depan umat muslim di Gresik, mengingat Gresik masih dalam kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Prabu Brawijaya, yang beragama Hindu, beliau khawatir akan terjadi konflik di kemudian hari, sehingga beliaupun ke Istana bersama Raja Cermain dan putrinya Dewi Sari, untuk mengajak Prbu Brawijaya masuk Islam. Prabu Brawijaya mau memeluk Islam asalkan boleh menikahi Dewi Sari yang cantik jelita itu. Keinginan sang Prabu ditolak karena seorang yang masuk suatu agam dengan dilatarbelakangi kepentingan duniawi, jelas akan mengakibatkan hal yang tidak baik. Rombongan Syaikh Maulana Malik Ibrahim dan Raja Cermain pun meninggalkan Majapahit. Namun di Gresik ada wabah penyakit, sehingga mengakibatkan banyak orang meninggal dunia termasuk Dewi Sari. Mendengar hal ini Prabu Brawijaya yang menaruh hati pada Dewi Sari berta'ziyah dan menyuruh kepada semua punggawa untuk diadakan upacara pemakaman besar-besaran.

Syaikh Maulana Malik Ibrahim adalah seorang yang sangat bijaksana dan selalu memberi wejangan kepada pengikutnya untuk patuh dan taat kepada rajanya, selagi tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sampai pada akhir kisah Prabu Brawijaya menyerahkan Gresik sepenuhnya kepada Syaikh Maulana Malik Ibrahim agar diperintahnya sendiri dibawah kedaulatan Majapahit. Syaikh Maulana Malik Ibrahim dengan tulus dan ikhlas menerima amanat raja, karena itu sesuai dengan ajaran Islam.

Cinta Rasul

Mukadimah,
Rasul bersabda bahwa barangsiapa menghidupkan sunahnya, sesungguhnya dia mencintai Rasulnya, dan barangsiapa mencintai Rasul, sungguh dia akan bersama-sama dengan Rasul di dalam Surga.
Pernyataan Baginda Rasul ini sangat memotivasi jiwa umatnya untuk dapat bersama beliau di dalam Surga dengan segala kenikmatan yang tiada tara, Kita sering mendengar informasi ini dari Al Quran atau Hadist Nabi. Rasanya kita ingin lebih cepat meraih kenikmatan itu. Dan ujung-ujungnya muncul rasa rindu dan rasa cinta yang sangat mendalam kepada Baginda Rasulullah. Kemudian keinginan tadi, menanyakan kepada kalbu, Apakah sudah pantas diriku ini bersanding bersama Rasul ?

Andaikata Rasulullah datang menjenguk kita.
Bayangkan andaikata Rasulullah tiba-tiba muncul mengetuk pintu rumah kita Apa yang akan kita lakukan?
Mestinya kita akan sangat berbahagia, memeluk beliau dan mempersilahkan beliau masuk ke ruang tamu kita untuk melepaskan rasa rindu yang sudah lama dipendam. Kemudian kita tentunya akan meminta dengan sangat agar beliau sudi menginap beberapa hari di rumah kita untuk bercerita dengan tuturkata yang lembut, mengajarkan kepada kita tentang sopan santun, ilmu dan hikmah.

Tapi barangkali kita meminta beliau menunggu sebentar di depan pintu karena kita teringat video CD rated R18+ yang ada di ruang tengah dengan beraneka VD yang sebagian besar bergambarkan wanita terbuka setengah auratnya dan kita tergesa-gesa memindahkan dahulu video tersebut ke ruang dalam.
Atau barangkali kita teringat akan lukisan wanita setengah telanjang yang kita pajang di ruang tamu kita, sehingga kita terpaksa juga memindahkannya ke gudang belakang.
Barangkali kita akan segera memindahkan lafal Allah dan Muhammad yang biasanya berada didekat dapur dalam keadan berdebu dan memindakannya ke ruang tamu.

Bagaimana bila kemudian beliau sudi menginap di rumah kita, walaupun hanya satu malam?
Barangkali kita teringat bahwa anak kita lebih hapal lagu-lagu Spice girls, atau tembangnya Beattle atau Rollingstone dibanding hapalan Sholawat kepada Rasulullah.
Barangkali kita menjadi malu bahwa anak-anak kita tidak mengetahui sedikitpun sejarah atau sirah nabi yang menceritakan perjalanan hidup beliau.
Barangkali kita menjadi malu bahwa anak kita tidak mengetahui satupun nama keluarga Rasulullah dan para sahabat beliau tetapi hapal di luar kepala mengenai anggota Power Ranger atau Doraemon .

Barangkali kita terpaksa harus menyulap satu kamar menjadi ruang musalla, karena beliau sangat menyenangi sholat yang berjam-jam diwaktu malam.
Barangkali kita teringat bahwa perempuan di rumah kita tidak memiliki koleksi pakaian muslimah yang pantas dipakai sewaktu berhadapan dengan beliau untuk mendengarkan petuah-petuah beliau. Belum lagi koleksi buku-buku kita dan anak-anak kita. Belum lagi koleksi kaset kita dan anak-anak kita. Belum lagi koleksi karaoke kita dan anak-anak kita.

Kemana kita harus meyingkirkan semua koleksi tersebut demi menghormati junjungan kita? Karena gudang-gudang di belakang sudah pada penuh.
Barangkali kita menjadi malu diketahui junjungan kita bahwa kita jarang ke masjid, mana tau nanti beliau menanyakan siapa nama morbot mesjid kampung kita, karena beliau sangat perhatian terhadap orang-orang seperti itu
Barangkali kita menjadi malu karena pada saat maghrib keluarga kita sibuk di depan TV, karena sinetronnya, sayang untuk diliwatkan.

Barangkali kita menjadi malu karena kita menghabiskan hampir seluruh waktu kita untuk mencari kesenangan duniawi.
Barangkali kita menjadi malu karena keluarga kita tidak pernah menjalankan sholat sunnah.
Barangkali kita menjadi malu karena keluarga kita sangat jarang membaca AlQuran, hingga AlQuran terlihat rapi dan bersih diantara buku-buku di rak buku kita
Barangkali kita menjadi malu bahwa kita tidak mengenal tetangga-tetangga kita.
Barangkali kita menjadi malu jika beliau menanyakan kepada kita siapa nama tukang sampah yang setiap hari lewat di depan rumah kita.

Bayangkan andaikata Rasulullah tiba-tiba muncul di depan pintu rumah kita. Apa yang akan kita lakukan?
Masihkah kita memeluk junjungan kita dan mempersilakan beliau masuk dan menginap di rumah kita?
Ataukah akhirnya dengan berat hati, kita akan menolak beliau berkunjung ke rumah karena hal itu akan sangat membuat kita repot dan malu.
Marilah kita memohon :
Maafkanlah kami ya Rasulullah .........
Karna kami tahu engkau seorang pemaaf dan murah hati .........
Kami tahu bahwa cintamu kepada umatmu melebihi cinta kami terhadap dunia.Hanya Allah yang tahu bahwa kami tetap cinta kepadamu sampai dengan hembusan nafas kami yang terakhir ya Rasulullah .......... Apakah umatmu yang rendah ini pantas berada disisimu ya Rasulullah ? Dengan segala kemurahan hati yang engkau miliki aku hambamu yang rendah ini ingin tetap disisimu ya Rasulullah .........

Ketika Dosa Anda Sedalam Samudera

Pernahkah kita menghitung dosa yang kita lakukan dalam satu hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun bahkan sepanjang usia kita?
Andaikan saja kita bersedia menyediakan satu kotak kosong, lalu kita masukkan semua dosa-dosa yang kita lakukan, kira-kira apa yang terjadi? Saya menduga kuat bahwa kotak tersebut sudah tak berbentuk kotak lagi, karena tak mampu menahan muatan dosa kita.
Bukankah shalat kita masih "bolong-bolong"? Bukankah pernah kita tahan hak orang miskin yang ada di harta kita? Bukankah pernah kita kobarkan rasa dengki dan permusuhan kepada sesama muslim? Bukankah kita pernah melepitkan selembar amplop agar urusan kita lancar? Bukankah pernah kita terima uang tak jelas statusnya sehingga pendapatan kita berlipat ganda? Bukankah kita tak mau menolong saudara kita yg dalam kesulitan walaupun kita sanggup menolongnya?

Daftar ini akan menjadi sangat panjang......
Lalu, apa yang harus kita lakukan?
Allah berfirman dalam Surat az-Zumar [39]: 53 "Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Indah benar ayat ini, Allah menyapa kita dengan panggilan yang bernada teguran, namun tidak diikuti dengan kalimat yang berbau murka. Justru Allah mengingatkan kita untuk tidak berputus asa dari rahmat Allah. Allah pun menjanjikan untuk mengampuni dosa-dosa kita.
Karena itu, kosongkanlah lagi kotak yang telah penuh tadi dengan taubat pada-Nya.Kita kembalikan kotak itu seperti keadaan semula, kita kembalikan jiwa kita ke pada jiwa yang fitri dan nazih.
Jika anda mempunyai onta yang lengkap dengan segala perabotannya, lalu tiba-tiba onta itu hilang. Bukankah anda sedih? Bagaimana kalau tiba-tiba onta itu datang kembali berjalan menuju anda lengkap dengan segala perbekalannya? Bukankah Anda akan bahagia? "Ketahuilah," kata Rasul, "Allah akan lebih senang lagi melihat hamba-Nya yang berlumuran dosa berjalan kembali menuju-Nya!"

Allah berfirman: "Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)." (QS 39:54)
Seperti onta yang sesat jalan dan mungkin telah tenggelam di dasar samudera, mengapa kita tak berjalan kembali menuju Allah dan menangis di "kaki kebesaran-Nya" mengakui kesalahan kita dan memohon ampunNya...

Wahai Tuhan Yang Kasih Sayang-Nya lebih besar dari murka-Nya, Ampuni kami Ya Allah!

Senin, 06 Agustus 2007

Belajar dari Wajah

Berhati-hatilah bagi orang-orang yang ibadahnya temporal, karena bisa jadi perbuatan tersebut merupakan tanda-tanda keikhlasannya belum sempurna. Karena aktivitas ibadah yang dilakukan secara temporal tiada lain, ukurannya adalah urusan duniawi. Ia hanya akan dilakukan kalau sedang butuh, sedang dilanda musibah, atau sedang disempitkan oleh ujian dan kesusahan, meningkatlah amal ibadahnya. Tidak demikian halnya ketika pertolongan ALLOH datang, kemudahan menghampiri, kesenangan berdatangan, justru kemampuannya bersenang-senangnya bersama ALLOH malah menghilang.

Bagi yang amalnya temporal, ketika menjelang pernikahan tiba-tiba saja ibadahnya jadi meningkat, shalat wajib tepat waktu, tahajud nampak khusu, tapi anehnya ketika sudah menikah, jangankan tahajud, shalat subuh pun terlambat. Ini perbuatan yang memalukan. Sudah diberi kesenangan, justru malah melalaikan perintah-Nya. Harusnya sesudah menikah berusaha lebih gigih lagi dalam ber-taqarrub kepada ALLOH sebagai bentuk ungkapan rasa syukur.

Ketika berwudhu, misalnya, ternyata disamping ada seorang ulama yang cukup terkenal dan disegani, wudhu kita pun secara sadar atau tidak tiba-tiba dibagus-baguskan. Lain lagi ketika tidak ada siapa pun yang melihat, wudhu kitapun kembali dilakukan dengan seadanya dan lebih dipercepat.

Atau ketika menjadi imam shalat, bacaan Quran kita kadangkala digetar-getarkan atau disedih-sedihkan agar orang lain ikut sedih. Tapi sebaliknya ketika shalat sendiri, shalat kita menjadi kilat, padat, dan cepat. Kalau shalat sendirian dia begitu gesit, tapi kalau ada orang lain jadi kelihatan lebih bagus. Hati-hatilah bisa jadi ada sesuatu dibalik ketidakikhlasan ibadah-ibadah kita ini. Karenanya kalau melihat amal-amal yang kita lakukan jadi melemah kualitas dan kuantitasnya ketika diberi kesenangan, maka itulah tanda bahwa kita kurang ikhlas dalam beramal.

Hal ini berbeda dengan hamba-hamba-Nya yang telah menggapai maqam ikhlas, maqam dimana seorang hamba mampu beribadah secara istiqamah dan terus-menerus berkesinambungan. Ketika diberi kesusahan, dia akan segera saja bersimpuh sujud merindukan pertolongan ALLOH. Sedangkan ketika diberi kelapangan dan kesenangan yang lebih lagi, justru dia semakin bersimpuh dan bersyukur lagi atas nikmat-Nya ini.

Orang-orang yang ikhlas adalah orang yang kualitas beramalnya dalam kondisi ada atau tidak ada orang yang memperhatikannya adalah sama saja. Berbeda dengan orang yang kurang ikhlas, ibadahnya justru akan dilakukan lebih bagus ketika ada orang lain memperhatikannya, apalagi bila orang tersebut dihormati dan disegani.

Sungguh suatu keberuntungan yang sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas ini. Betapa tidak? Orang-orang yang ikhlas akan senantiasa dianugerahi pahala, bahkan bagi orang-orang ikhlas, amal-amal mubah pun pahalanya akan berubah jadi pahala amalan sunah atau wajib. Hal ini akibat niatnya yang bagus.

Maka, bagi orang-orang yang ikhlas, dia tidak akan melakukan sesuatu kecuali ia kemas niatnya lurus kepada ALLOH saja. Kalau hendak duduk di kursi diucapkannya, "Bismilahirrahmanirrahiim, ya ALLOH semoga aktivitas duduk ini menjadi amal kebaikan". Lisannya yang bening senantiasa memuji ALLOH atas nikmatnya berupa karunia bisa duduk sehingga ia dapat beristirahat menghilangkan kepenatan. Jadilah aktivitas duduk ini sarana taqarrub kepada ALLOH.

Karena banyak pula orang yang melakukan aktivitas duduk, namun tidak mendapatkan pertambahan nilai apapun, selain menaruh [maaf!] pantat di kursi. Tidak usah heran bila suatu saat ALLOH memberi peringatan dengan sakit ambaien atau bisul, sekedar kenang-kenangan bahwa aktivitas duduk adalah anugerah nikmat yang ALLOH karuniakan kepada kita.

Begitupun ketika makan, sempurnakan niat dalam hati, sebab sudah seharusnya di lubuk hati yang paling dalam kita meyakini bahwa ALLOH-lah yang memberi makan tiap hari, tiada satu hari pun yang luput dari limpahan curahan nikmatnya.

Kalau membeli sesuatu, perhitungkan juga bahwa apa yang dibeli diniatkan karena ALLOH. Ketika membeli kendaraan, niatkan karena ALLOH. Karena menurut Rasulullah SAW, kendaraan itu ada tiga jenis, 1) Kendaraan untuk ALLOH, 2) Kendaraan untuk setan, 3) Kendaraan untuk dirinya sendiri. Apa cirinya? Kalau niatnya benar, dipakai untuk maslahat ibadah, maslahat agama, maka inilah kendaraan untuk ALLOH. Tapi kalau sekedar untuk pamer, ria, ujub, maka inilah kendaraan untuk setan. Sedangkan kendaraan untuk dirinya sendiri, misakan kuda dipelihara, dikembangbiakan, dipakai tanpa niat, maka inilah kendaran untuk diri sendiri.

Pastikan bahwa jikalau kita membeli kendaraan, niat kita tiada lain hanyalah karena ALLOH. Karenanya bermohon saja kepada ALLOH, "Ya ALLOH saya butuh kendaraan yang layak, yang bisa meringankan untuk menuntut ilmu, yang bisa meringankan untuk berbuat amal, yang bisa meringankan dalam menjaga amanah". Subhanallah bagi orang yang telah meniatkan seperti ini, maka, bensinnya, tempat duduknya, shockbreaker-nya, dan semuanya dari kendaraan itu ada dalam timbangan kebaikan, insya ALLOH. Sebaliknya jika digunakan untuk maksiyat, maka kita juga yang akan menanggungnya.

Kedahsyatan lain dari seorang hamba yang ikhlas adalah akan memperoleh pahala amal, walaupun sebenarnya belum menyempurnakan amalnya, bahkan belum mengamalkanya. Inilah istimewanya amalan orang yang ikhlas. Suatu saat hati sudah meniatkan mau bangun malam untuk tahajud, "Ya ALLOH saya ingin tahajud, bangunkan jam 03. 30 ya ALLOH". Weker pun diputar, istri diberi tahu, "Mah, kalau mamah bangun duluan, bangunkan Papah. Jam setengah empat kita akan tahajud. Ya ALLOH saya ingin bisa bersujud kepadamu di waktu ijabahnya doa". Berdoa dan tidurlah ia dengan tekad bulat akan bangun tahajud.

Sayangnya, ketika terbangun ternyata sudah azan subuh. Bagi hamba yang ikhlas, justru dia akan gembira bercampur sedih. Sedih karena tidak kebagian shalat tahajud dan gembira karena ia masih kebagian pahalanya. Bagi orang yang sudah berniat untuk tahajud dan tidak dibangunkan oleh ALOH, maka kalau ia sudah bertekad, ALLOH pasti akan memberikan pahalanya. Mungkin ALLOH tahu, hari-hari yang kita lalui akan menguras banyak tenaga. ALLOH Mahatahu apa yang akan terjadi, ALLOH juga Mahatahu bahwa kita mungkin telah defisit energi karena kesibukan kita terlalu banyak. Hanya ALLOH-lah yang menidurkan kita dengan pulas.

Sungguh apapun amal yang dilakukan seorang hamba yang ikhlas akan tetap bermakna, akan tetap bernilai, dan akan tetap mendapatkan balasan pahala yang setimpal. Subhanallah. ***

Pahlawan Neraka

Berhati-hatilah bagi orang-orang yang ibadahnya temporal, karena bisa jadi perbuatan tersebut merupakan tanda-tanda keikhlasannya belum sempurna. Karena aktivitas ibadah yang dilakukan secara temporal tiada lain, ukurannya adalah urusan duniawi. Ia hanya akan dilakukan kalau sedang butuh, sedang dilanda musibah, atau sedang disempitkan oleh ujian dan kesusahan, meningkatlah amal ibadahnya. Tidak demikian halnya ketika pertolongan ALLOH datang, kemudahan menghampiri, kesenangan berdatangan, justru kemampuannya bersenang-senangnya bersama ALLOH malah menghilang.

Bagi yang amalnya temporal, ketika menjelang pernikahan tiba-tiba saja ibadahnya jadi meningkat, shalat wajib tepat waktu, tahajud nampak khusu, tapi anehnya ketika sudah menikah, jangankan tahajud, shalat subuh pun terlambat. Ini perbuatan yang memalukan. Sudah diberi kesenangan, justru malah melalaikan perintah-Nya. Harusnya sesudah menikah berusaha lebih gigih lagi dalam ber-taqarrub kepada ALLOH sebagai bentuk ungkapan rasa syukur.

Ketika berwudhu, misalnya, ternyata disamping ada seorang ulama yang cukup terkenal dan disegani, wudhu kita pun secara sadar atau tidak tiba-tiba dibagus-baguskan. Lain lagi ketika tidak ada siapa pun yang melihat, wudhu kitapun kembali dilakukan dengan seadanya dan lebih dipercepat.

Atau ketika menjadi imam shalat, bacaan Quran kita kadangkala digetar-getarkan atau disedih-sedihkan agar orang lain ikut sedih. Tapi sebaliknya ketika shalat sendiri, shalat kita menjadi kilat, padat, dan cepat. Kalau shalat sendirian dia begitu gesit, tapi kalau ada orang lain jadi kelihatan lebih bagus. Hati-hatilah bisa jadi ada sesuatu dibalik ketidakikhlasan ibadah-ibadah kita ini. Karenanya kalau melihat amal-amal yang kita lakukan jadi melemah kualitas dan kuantitasnya ketika diberi kesenangan, maka itulah tanda bahwa kita kurang ikhlas dalam beramal.

Hal ini berbeda dengan hamba-hamba-Nya yang telah menggapai maqam ikhlas, maqam dimana seorang hamba mampu beribadah secara istiqamah dan terus-menerus berkesinambungan. Ketika diberi kesusahan, dia akan segera saja bersimpuh sujud merindukan pertolongan ALLOH. Sedangkan ketika diberi kelapangan dan kesenangan yang lebih lagi, justru dia semakin bersimpuh dan bersyukur lagi atas nikmat-Nya ini.

Orang-orang yang ikhlas adalah orang yang kualitas beramalnya dalam kondisi ada atau tidak ada orang yang memperhatikannya adalah sama saja. Berbeda dengan orang yang kurang ikhlas, ibadahnya justru akan dilakukan lebih bagus ketika ada orang lain memperhatikannya, apalagi bila orang tersebut dihormati dan disegani.

Sungguh suatu keberuntungan yang sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas ini. Betapa tidak? Orang-orang yang ikhlas akan senantiasa dianugerahi pahala, bahkan bagi orang-orang ikhlas, amal-amal mubah pun pahalanya akan berubah jadi pahala amalan sunah atau wajib. Hal ini akibat niatnya yang bagus.

Maka, bagi orang-orang yang ikhlas, dia tidak akan melakukan sesuatu kecuali ia kemas niatnya lurus kepada ALLOH saja. Kalau hendak duduk di kursi diucapkannya, "Bismilahirrahmanirrahiim, ya ALLOH semoga aktivitas duduk ini menjadi amal kebaikan". Lisannya yang bening senantiasa memuji ALLOH atas nikmatnya berupa karunia bisa duduk sehingga ia dapat beristirahat menghilangkan kepenatan. Jadilah aktivitas duduk ini sarana taqarrub kepada ALLOH.

Karena banyak pula orang yang melakukan aktivitas duduk, namun tidak mendapatkan pertambahan nilai apapun, selain menaruh [maaf!] pantat di kursi. Tidak usah heran bila suatu saat ALLOH memberi peringatan dengan sakit ambaien atau bisul, sekedar kenang-kenangan bahwa aktivitas duduk adalah anugerah nikmat yang ALLOH karuniakan kepada kita.

Begitupun ketika makan, sempurnakan niat dalam hati, sebab sudah seharusnya di lubuk hati yang paling dalam kita meyakini bahwa ALLOH-lah yang memberi makan tiap hari, tiada satu hari pun yang luput dari limpahan curahan nikmatnya.

Kalau membeli sesuatu, perhitungkan juga bahwa apa yang dibeli diniatkan karena ALLOH. Ketika membeli kendaraan, niatkan karena ALLOH. Karena menurut Rasulullah SAW, kendaraan itu ada tiga jenis, 1) Kendaraan untuk ALLOH, 2) Kendaraan untuk setan, 3) Kendaraan untuk dirinya sendiri. Apa cirinya? Kalau niatnya benar, dipakai untuk maslahat ibadah, maslahat agama, maka inilah kendaraan untuk ALLOH. Tapi kalau sekedar untuk pamer, ria, ujub, maka inilah kendaraan untuk setan. Sedangkan kendaraan untuk dirinya sendiri, misakan kuda dipelihara, dikembangbiakan, dipakai tanpa niat, maka inilah kendaran untuk diri sendiri.

Pastikan bahwa jikalau kita membeli kendaraan, niat kita tiada lain hanyalah karena ALLOH. Karenanya bermohon saja kepada ALLOH, "Ya ALLOH saya butuh kendaraan yang layak, yang bisa meringankan untuk menuntut ilmu, yang bisa meringankan untuk berbuat amal, yang bisa meringankan dalam menjaga amanah". Subhanallah bagi orang yang telah meniatkan seperti ini, maka, bensinnya, tempat duduknya, shockbreaker-nya, dan semuanya dari kendaraan itu ada dalam timbangan kebaikan, insya ALLOH. Sebaliknya jika digunakan untuk maksiyat, maka kita juga yang akan menanggungnya.

Kedahsyatan lain dari seorang hamba yang ikhlas adalah akan memperoleh pahala amal, walaupun sebenarnya belum menyempurnakan amalnya, bahkan belum mengamalkanya. Inilah istimewanya amalan orang yang ikhlas. Suatu saat hati sudah meniatkan mau bangun malam untuk tahajud, "Ya ALLOH saya ingin tahajud, bangunkan jam 03. 30 ya ALLOH". Weker pun diputar, istri diberi tahu, "Mah, kalau mamah bangun duluan, bangunkan Papah. Jam setengah empat kita akan tahajud. Ya ALLOH saya ingin bisa bersujud kepadamu di waktu ijabahnya doa". Berdoa dan tidurlah ia dengan tekad bulat akan bangun tahajud.

Sayangnya, ketika terbangun ternyata sudah azan subuh. Bagi hamba yang ikhlas, justru dia akan gembira bercampur sedih. Sedih karena tidak kebagian shalat tahajud dan gembira karena ia masih kebagian pahalanya. Bagi orang yang sudah berniat untuk tahajud dan tidak dibangunkan oleh ALOH, maka kalau ia sudah bertekad, ALLOH pasti akan memberikan pahalanya. Mungkin ALLOH tahu, hari-hari yang kita lalui akan menguras banyak tenaga. ALLOH Mahatahu apa yang akan terjadi, ALLOH juga Mahatahu bahwa kita mungkin telah defisit energi karena kesibukan kita terlalu banyak. Hanya ALLOH-lah yang menidurkan kita dengan pulas.

Sungguh apapun amal yang dilakukan seorang hamba yang ikhlas akan tetap bermakna, akan tetap bernilai, dan akan tetap mendapatkan balasan pahala yang setimpal. Subhanallah. ***

Amal Yang Bermanfaat

Berhati-hatilah bagi orang-orang yang ibadahnya temporal, karena bisa jadi perbuatan tersebut merupakan tanda-tanda keikhlasannya belum sempurna. Karena aktivitas ibadah yang dilakukan secara temporal tiada lain, ukurannya adalah urusan duniawi. Ia hanya akan dilakukan kalau sedang butuh, sedang dilanda musibah, atau sedang disempitkan oleh ujian dan kesusahan, meningkatlah amal ibadahnya. Tidak demikian halnya ketika pertolongan ALLOH datang, kemudahan menghampiri, kesenangan berdatangan, justru kemampuannya bersenang-senangnya bersama ALLOH malah menghilang.

Bagi yang amalnya temporal, ketika menjelang pernikahan tiba-tiba saja ibadahnya jadi meningkat, shalat wajib tepat waktu, tahajud nampak khusu, tapi anehnya ketika sudah menikah, jangankan tahajud, shalat subuh pun terlambat. Ini perbuatan yang memalukan. Sudah diberi kesenangan, justru malah melalaikan perintah-Nya. Harusnya sesudah menikah berusaha lebih gigih lagi dalam ber-taqarrub kepada ALLOH sebagai bentuk ungkapan rasa syukur.

Ketika berwudhu, misalnya, ternyata disamping ada seorang ulama yang cukup terkenal dan disegani, wudhu kita pun secara sadar atau tidak tiba-tiba dibagus-baguskan. Lain lagi ketika tidak ada siapa pun yang melihat, wudhu kitapun kembali dilakukan dengan seadanya dan lebih dipercepat.

Atau ketika menjadi imam shalat, bacaan Quran kita kadangkala digetar-getarkan atau disedih-sedihkan agar orang lain ikut sedih. Tapi sebaliknya ketika shalat sendiri, shalat kita menjadi kilat, padat, dan cepat. Kalau shalat sendirian dia begitu gesit, tapi kalau ada orang lain jadi kelihatan lebih bagus. Hati-hatilah bisa jadi ada sesuatu dibalik ketidakikhlasan ibadah-ibadah kita ini. Karenanya kalau melihat amal-amal yang kita lakukan jadi melemah kualitas dan kuantitasnya ketika diberi kesenangan, maka itulah tanda bahwa kita kurang ikhlas dalam beramal.

Hal ini berbeda dengan hamba-hamba-Nya yang telah menggapai maqam ikhlas, maqam dimana seorang hamba mampu beribadah secara istiqamah dan terus-menerus berkesinambungan. Ketika diberi kesusahan, dia akan segera saja bersimpuh sujud merindukan pertolongan ALLOH. Sedangkan ketika diberi kelapangan dan kesenangan yang lebih lagi, justru dia semakin bersimpuh dan bersyukur lagi atas nikmat-Nya ini.

Orang-orang yang ikhlas adalah orang yang kualitas beramalnya dalam kondisi ada atau tidak ada orang yang memperhatikannya adalah sama saja. Berbeda dengan orang yang kurang ikhlas, ibadahnya justru akan dilakukan lebih bagus ketika ada orang lain memperhatikannya, apalagi bila orang tersebut dihormati dan disegani.

Sungguh suatu keberuntungan yang sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas ini. Betapa tidak? Orang-orang yang ikhlas akan senantiasa dianugerahi pahala, bahkan bagi orang-orang ikhlas, amal-amal mubah pun pahalanya akan berubah jadi pahala amalan sunah atau wajib. Hal ini akibat niatnya yang bagus.

Maka, bagi orang-orang yang ikhlas, dia tidak akan melakukan sesuatu kecuali ia kemas niatnya lurus kepada ALLOH saja. Kalau hendak duduk di kursi diucapkannya, "Bismilahirrahmanirrahiim, ya ALLOH semoga aktivitas duduk ini menjadi amal kebaikan". Lisannya yang bening senantiasa memuji ALLOH atas nikmatnya berupa karunia bisa duduk sehingga ia dapat beristirahat menghilangkan kepenatan. Jadilah aktivitas duduk ini sarana taqarrub kepada ALLOH.

Karena banyak pula orang yang melakukan aktivitas duduk, namun tidak mendapatkan pertambahan nilai apapun, selain menaruh [maaf!] pantat di kursi. Tidak usah heran bila suatu saat ALLOH memberi peringatan dengan sakit ambaien atau bisul, sekedar kenang-kenangan bahwa aktivitas duduk adalah anugerah nikmat yang ALLOH karuniakan kepada kita.

Begitupun ketika makan, sempurnakan niat dalam hati, sebab sudah seharusnya di lubuk hati yang paling dalam kita meyakini bahwa ALLOH-lah yang memberi makan tiap hari, tiada satu hari pun yang luput dari limpahan curahan nikmatnya.

Kalau membeli sesuatu, perhitungkan juga bahwa apa yang dibeli diniatkan karena ALLOH. Ketika membeli kendaraan, niatkan karena ALLOH. Karena menurut Rasulullah SAW, kendaraan itu ada tiga jenis, 1) Kendaraan untuk ALLOH, 2) Kendaraan untuk setan, 3) Kendaraan untuk dirinya sendiri. Apa cirinya? Kalau niatnya benar, dipakai untuk maslahat ibadah, maslahat agama, maka inilah kendaraan untuk ALLOH. Tapi kalau sekedar untuk pamer, ria, ujub, maka inilah kendaraan untuk setan. Sedangkan kendaraan untuk dirinya sendiri, misakan kuda dipelihara, dikembangbiakan, dipakai tanpa niat, maka inilah kendaran untuk diri sendiri.

Pastikan bahwa jikalau kita membeli kendaraan, niat kita tiada lain hanyalah karena ALLOH. Karenanya bermohon saja kepada ALLOH, "Ya ALLOH saya butuh kendaraan yang layak, yang bisa meringankan untuk menuntut ilmu, yang bisa meringankan untuk berbuat amal, yang bisa meringankan dalam menjaga amanah". Subhanallah bagi orang yang telah meniatkan seperti ini, maka, bensinnya, tempat duduknya, shockbreaker-nya, dan semuanya dari kendaraan itu ada dalam timbangan kebaikan, insya ALLOH. Sebaliknya jika digunakan untuk maksiyat, maka kita juga yang akan menanggungnya.

Kedahsyatan lain dari seorang hamba yang ikhlas adalah akan memperoleh pahala amal, walaupun sebenarnya belum menyempurnakan amalnya, bahkan belum mengamalkanya. Inilah istimewanya amalan orang yang ikhlas. Suatu saat hati sudah meniatkan mau bangun malam untuk tahajud, "Ya ALLOH saya ingin tahajud, bangunkan jam 03. 30 ya ALLOH". Weker pun diputar, istri diberi tahu, "Mah, kalau mamah bangun duluan, bangunkan Papah. Jam setengah empat kita akan tahajud. Ya ALLOH saya ingin bisa bersujud kepadamu di waktu ijabahnya doa". Berdoa dan tidurlah ia dengan tekad bulat akan bangun tahajud.

Sayangnya, ketika terbangun ternyata sudah azan subuh. Bagi hamba yang ikhlas, justru dia akan gembira bercampur sedih. Sedih karena tidak kebagian shalat tahajud dan gembira karena ia masih kebagian pahalanya. Bagi orang yang sudah berniat untuk tahajud dan tidak dibangunkan oleh ALOH, maka kalau ia sudah bertekad, ALLOH pasti akan memberikan pahalanya. Mungkin ALLOH tahu, hari-hari yang kita lalui akan menguras banyak tenaga. ALLOH Mahatahu apa yang akan terjadi, ALLOH juga Mahatahu bahwa kita mungkin telah defisit energi karena kesibukan kita terlalu banyak. Hanya ALLOH-lah yang menidurkan kita dengan pulas.

Sungguh apapun amal yang dilakukan seorang hamba yang ikhlas akan tetap bermakna, akan tetap bernilai, dan akan tetap mendapatkan balasan pahala yang setimpal. Subhanallah. ***

saya Kutip Dari Ceramah AA GYM